ACUAN SISTEM EFEKTIF BERDASARKAN SERTIFIKASI ISO?

Badan sertifikasi (BS) bisa diputus layanannya jika tidak bisa memenuhi persyaratan BS, ini kejadian salah satu BS IATF 16949 di satu negara di ASIA (Informasi detail ada di https://www.iatfglobaloversight.org/),  akhirnya akan ada pengalihan ke BS lain, intinya merepotkan. Jadi pilihlan BS yang baik yang mumpuni, lalu bagaimana BS Perusahaan anda? Apakah memberikan masukan perbaikan selama mendampingi bertahun-tahun? Lalu bagaimana dengan kecepatan mereka ? dll

Sekarang ini, semakin banyak BS yang ada di Indonesia, mereka bersaing untuk melayani perusahaan-perusahaan dalam hal sertifikasi (maksudnya tidak hanya terkait IATF 16949, tetapi ISO 9001, ISO 14001, ISO 4500 dll juga). Biar dapat client hargapun dibanting. Murah sih sah-sah saja, tetapi asal ketentuannya dipenuhi dong! Coba rekan-rekan perhatikan di proposal BS: perhatikan bagaimana: kesesuaian mandays, yang punya site (apakah mandays itu termasuk audit ke site atau hanya audit office saja?), bagaimana kemampuan auditor, tambahan fee ini itu, respond layanan yang lama dll.

Dulu pernah ada sertifikat aspal (asli tapi palsu), tetapi sekarang sepertinya jarang, karena salah satunya ada tuntutan tracing (barkode) yang bisa menunjukan kevalidan sertifikat BS. OK kalau mengenai pelanggaran tidak perlu dibahas, karena potensinya kecil dan biasanya BS spt itu tidak akan bertahan.

Kita bahas kondisi ini saja: Ada salah satu client kami yang sudah mendapatkan sertifikat ISO 9001 dari tahun 2010, perusahaan mempunyai reject yang tinggi dan produktifitas yang rendah, kami dipersilahkan melakukan project assessment dan merekomendasikan hal-hal yang menurut kami penting, yang kami rekomendasikan terkait dengan tindakan penanganan pemborosan di perusahaan itu. Saat meeting penyampaian hasil assessment selesai, owner bertanya kepada kami: selama ini temuan tidak ada dari Internal atau dari External spt Audit Pelanggan, Audit Badan Sertifikasi mengenai hal itu, tetapi hal pemborosan yang tidak disadari adalah penting ditindaklanjuti, mengapa ini bisa terjadi?

Kami Jawab, pihak External seperti Pelanggan dan BS melihat sistem tentu menurut ketentuan mereka. Pelanggan saat audit tentu fokus bagaimana penanganan produk mereka di tempat kita, lalu BS tentu acuannya secara pasal: apakah persyaratan sudah dipenuhi/belum, lalu bagaimana cara memenuhi persyaratan itu? Bagaimana metodanya? Itu diserahkan ke Perusahaan. Kita bisa pilih Metoda A, B atau C. Bahkan metoda yang termudahpun tidak masalah.  Tetapi memang perlu peran internal untuk memastikan apakah metoda itu sesuai? Kalaupun sesuai, apakah efektif dan efesien? Ya semuanya diserahkan ke kita.

Hal ini Sama juga dengan pemilihan HELM dalam mengendarai sepeda motor. Helm dulu tidak diatur ketentuannya, sekarang harus SNI (standard nasional Indonesia), bolehkah melebihi spec SNI? tentu boleh-boleh saja, sesuai kebutuhan kita, tetapi jangan di bawah spec SNI, karena itu melanggar. Di jalan raya, adakah yang memakai Helm bukan SNI dan di bawah spesifikasi SNI, diyakini ada, jangan kan perhatikan helmnya, cara pakai helm saja salah, misalkan tidak memakai pengait atau bahkan tidak dipakai.  Yang pengendara “nakal” yang punya salah prinsip tentang helm akan mengatakan, yang penting tidak ditangkep polisi, padahal Helm SNI utamanya untuk proteksi pengendara sendiri. Analogi Helm ini sama juga dengan Metoda yang kita pakai sesuai persyaratan sistem (ISO). ISO tidak mensyaratkan carannya, caranya ditentukan oleh perusahaan sendiri.

Client kami ini pun beranggapan kalau sudah lulus BS dengan temuan nol, mereka bangga dan dianggap berhasil. Padahal mereka sudah bayar untuk dichek dan mempunyai banyak pemborosan pekerjaan. Pemborosan tidak terungkap karena 10 area line produksi diaudit hanya 1-2 hari dalam setahun. Bahkan ada BS yang menawarkan harga audit 2 hari untuk 2 sertifikasi untuk perusahaan yang mempunyai omset trilyunan, jadi auditnya hanya di kantor saja, padahal mereka punya site/project yang berjalan.

Anggapan sudah bersertifikasi ISO itu luar biasa itu masih melekat, padahal singkatan ISO adalah International Standard for Organization, ada kata standarnya.  Kalau mengatakan standard, sebenarnya mengartikan hal yang biasa saja, yang luar biasa adalah di atas standar.

Jadi memang peran semua pihak harus ada dalam menjalankan sistem yang efektif dan efesien, bukan hanya diserahkan ke BS, Internal, Manajemen, Pemerintah atau Konsultan yang dipakai, tetapi semua:

  • BS jangan berpikir ke harga murah saja, tetapi utamakan juga jumlah manday harus sesuai, kemudian pilihlah auditor yang kompeten, sehingga masalah sebenarnya di perusahaan sebenarnya bisa terungkap melalui audit BS yang selama ini menemani mereka bertahun-tahun.
  • Pihak internal perusahaan jangan berpikir yang penting dapat sertifikat, mendapatkan sertifikat jangan dibayangkan seperti ingin mendapatkan KTP saja. Bayangkan Proses sertifikasi itu seperti sekolah, harus ada pelaksanaan dan ditest (Audit) serta direview efektifitasnya
  • Manajemen perusahaan, harus berpikir secara mendasar, bukan hanya cepat, misalkan mendapatkan sertifikat hanya sebulan, yang penting ada dokumen, kalau tidak ada dokumen minta dibuatkan oleh konsultannya atau BSnya. Hal ini terjadi, bisa? Ya bisa tentunya! Tetapi kita harus berani bertanya, apakah ini bermamfaat? Bukankah tindakan ini membohongi diri sendiri? Akhirnya pekerja melihat bahwa manajemennya tidak membiarkan pola pikir negatif masuk ke perusahaannya.
  • Pemerintah, peran pemerintah perlu dalam menjalankan dan memberikan contoh ke industri, memang banyak perubahan yang dilakukan pemerintah, tetapi peran significant belum dihasilkan sepertinya. Misalkan: dalam hal pemberian pengawasan ke pabrik melalui uji ini itu yang dilakukan setiap tahun. Menurut saya perlu ditinjau ulang.
  • Konsultan, ini kami. Banyak yang Perusahaan yang ingin dibuatkan sistem/cara kerja yang benar. Tetapi maunya Perusahaan, mereka hanya mau duduk manis saja, karena kan sudah bayar. Terus terang pandangan ini bisa kok dilakukan, tetapi hanya menguntungkan sisi konsultan saja. Contoh kasus dalam training, kami merasakan kebanyakan training dituntut dari luar (biasanya: Badan Sertifikasi karena ada temuan audit, pelanggan dan pemerintah) bukan dari analisa dari perusahaan. Ini kami rasakan saat training dilakukan, yang penting sertifikat keluar, ga apa training cepat, misalkan 2 hari sekalipun. Padahal trainingnya statistik yang butuh pemahaman dalam bentuk implementasi/studi kasus sesuai dengan line produksi mereka. Sebenarnya kami menyukai pemberian training secara inhouse saja, dan saat training inhouse itu kami selalu modifikasi materi, minimal studi kasus, sesuai kondisi yang ada. Bahkan kalau perlu membahas keperluan di client. Misalkan training Statistik (Seperti Measurement System Analysis dan Statistical Process Control), penyampaian training dengan teori sebentar lalu analisa live problem dengan mengambil kasus dari line produksi di client, bukan kasus yang konsultan siapkan, jika perlu setelah training semua SPC dan MSA yang diperlukan sudah dilakukan dengan mandiri selama training, dan direview melalui presentasi serta ditutup dengan test/soal sesuai juga dengan kondisi Perusahaan, sisa tugasnya dilanjutkan oleh internal dan bisa berdiskusi dengan konsultan

 

Kita perlu bersama-sama memajukan industri Indonesia, ya melakukan komitmen yang kecil-kecil tetapi bisa berdampak besar. Siapa pun yang setia dalam hal-hal yang kecil, ia juga setia dalam hal-hal yang besar.

 

Salam perubahan

www.improvementqhse.com